Rumah adat ini disebut sebagai “Si Baganding Tua” oleh suku Batak, yaitu makhluk seperti ular yang panjangnya sekira dua jengkal. Dahulu nenek moyang orang Batak percaya bahwa nasib mujur dan rezeki yang melimpah dibawa “Si Banganding Tua”.
Ruma gorga atau sering disebut ruma bolon atau “Si Baganding Tua” adalah
rumah adat suku Batak yang sekaligus menjadi simbol status sosial
masyarakat yang tinggal di Tapanuli, Sumatera Utara. Mereka yang
dikategorikan sebagai suku Batak itu meliputi 6 puak, yaitu: Batak Toba,
Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak
Mandailing.
Rumah adat Batak terdiri atas 2 bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo
(lumbung padi). Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran
luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Rumah adat ini
berbentuk empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan
terbuka tanpa kamar atau pun sekat pemisah. Dahulu, sebuah rumah adat
Batak berukuran besar (rumah bolon) dihuni 2 hingga 6 keluarga.
Sapukan pandangan Anda pada rumah adat
ini yang atapnya berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Amati bagaimana
di setiap puncak dan segitiganya terdapat kepala kerbau yang
melambangkan kesejahteraan bagi penghuni rumahnya. Ciri utama bagian
atap yang berbentuk segitiga tersebut berbahan anyaman bambu (lambe-lambe). Biasanya lambe-lambe menjadi personifikasi sifat pemilik rumah tersebut yang ditandai dengan warna merah, putih dan hitam.
Perhatikan juga lekukan ketelitian dari
ukiran tradisional di dinding rumah adat ini. Bagian luar dan depan
rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu merah-hitam-putih.
Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik yang menampilkan pandangan
kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah kiri dan kanan tiang
rumah ada ukiran yang menggambarkan payudara sebagai lambang kesuburan (odap-odap). Ada juga ukiran cicak sebagai lambang penjaga dan pelindung rumah (boraspati).
Rumah adat Batak dihiasi ukiran khas Batak yang disebut gorga. Gorga bagi suku Batak adalah ornamen yang mengandung unsur mistis penolak bala. Biasanya ukiran gorga ditempatkan di dinding rumah bagian luar.
Keunikan desain ruma bolon adalah hiasan pada kusen pintu masuknya berupa ukiran telur dan panah. Tali-tali pengikat dinding miring (tali ret-ret)
terbuat dari ijuk atau rotan yang membentuk pola seperti cicak
berkepala 2 saling bertolak belakang. Cicak itu dikiaskan sebagai
penjaga rumah dan 2 kepala saling bertolak belakang melambangkan
penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.
Pada konsep tradisional, nyatanya memang
rumah-rumah tradisional di Nusantara tidak hanya memiliki dimensi
fungsional sebagai tempat hunian tetapi juga sekaligus melalui
unsur-unsur bentuk tertentu. Posisi ruma bolon juga menunjukan tentang kepercayaan suku ini yaitu banua ginjang (dunia atas), banua tonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Penataan perkampungan suku Batak Toba
mengikuti pola berbanjar dua saling berhadapan berporos ke arah utara
selatan dan membentuk perkampungan yang disebut lumban atau huta. Perkampungan tersebut memiliki 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatannya. Sekeliling lingkungan dipagari tembok setinggi 2 meter (parik)
berbahan tanah liat dan batu. Selain itu, di setiap sudutnya dibuat
menara pengawas karena dahulu mereka masih sering berperang. Tidak
berlebihan apabila bentuk asli perkampungan suku Batak dulunya
menyerupai benteng.
Dahulu sebuah perkampungan suku Batak dibuat dengan menggali tanah membentuk parit mengelilinginya juga ditanami bambu setinggi 3 meter. Bentuk perkampungan itu jadinya lebih menyerupai sebuah benteng untuk melindungi warganya dari serangan suku lain.
Sebutan untuk rumah Batak disesuaikan
dengan hiasannya. Rumah adat dengan beragam hiasan yang indah yang rumit
dinamakan disebut ruma gorgasarimunggu atau jabu. Sementara rumah adat yang tidak memiliki ukiran dinamakan jabu ereng atau jabu batara siang.
Untuk ruma gorga yang berukuran besar dinamakan ruma bolon. Selain sebagai tempat tinggal dahulu ruma bolon juga berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat religius. Sementara itu, ruma gorga yang berukuran kecil disebut jabu parbale-balean. Selain keduanya ada juga ruma parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak seorang anak bungsu.
Ruma bolon kini tidak lagi dibangun oleh masyarakat Batak mengingat semakin sedikitnya orang yang mampu membangunnya (pande). Selain itu, bahan pembuat bangunannya sulit didapat serta harganya akan jauh lebih mahal dari rumah modern.
Akan tetapi, Anda masih dapat melihat
langsung rangkaian utuh rumah adat kaya nilai budaya Batak ini di
beberapa tempat seperti di Kabupaten Tapanuli Utara di Desa Tomok, Desa
Ambarita, Desa Silaen, dan Desa Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa
tersebut hingga kini terus menjadi daya tarik wisata budaya dan banyak
dikunjungi wisatawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar